Roket raksasa Starshipmilik SpaceX dilarang terbang untuk sementara waktu oleh pemerintah Amerika Serikat setelah salah satu uji coba terbarunya berakhir dengan ledakan besar. Insiden ini terjadi pada Kamis (18/1), saat bagian atas roket hancur di udara dan terurai di atas Laut Karibia, memaksa sejumlah penerbangan komersial mengubah rute untuk menghindari serpihan jatuh.
Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) menyatakan sedang bekerja sama dengan SpaceX dan otoritas terkait untuk menyelidiki laporan kerusakan properti di Kepulauan Turks dan Caicos. Beruntung, sejauh ini tidak ada laporan korban luka.
FAA telah meminta SpaceX melakukan investigasi mendalam terkait insiden ini, yang dikenal dengan istilah “mishap investigation.” Hasil investigasi tersebut akan ditinjau lebih lanjut sebelum FAA memberikan izin kepada Starship untuk kembali terbang.
Gangguan pada Penerbangan Komersial
FAA juga mengaktifkan zona tanggap serpihan untuk menjaga keamanan penerbangan di sekitar area jatuhnya puing-puing roket. Akibatnya, beberapa penerbangan harus tertunda, bahkan ada pesawat yang mengalihkan rute karena bahan bakar hampir habis setelah terpaksa menunggu di udara.
Starship dan Ambisi Besar SpaceX
Starship adalah roket terbesar dan terkuat yang pernah dibangun. Roket ini menjadi elemen penting dalam ambisi Elon Musk untuk menjelajahi Mars dan menjadikannya tempat tinggal manusia di masa depan.
Peluncuran tanpa awak pada Kamis lalu merupakan uji coba ketujuh Starship, sekaligus yang pertama menggunakan versi terbaru dengan desain lebih tinggi dan teknologi yang ditingkatkan. Roket ini memiliki tinggi 123 meter dan dirancang untuk dapat digunakan kembali sepenuhnya, sesuatu yang dianggap sebagai terobosan besar di dunia antariksa.
Roket lepas landas dari Boca Chica, Texas, pada pukul 17:38 EST (22:38 GMT). Tahap pertama berjalan sesuai rencana, dengan bagian atas roket berhasil memisahkan diri dari booster Super Heavy sekitar empat menit setelah peluncuran.
Namun, tak lama kemudian, SpaceX kehilangan kontak dengan bagian atas roket. Perusahaan mengonfirmasi bahwa tahap atas mengalami “pembongkaran tak terjadwal secara cepat” atau rapid unscheduled disassembly.
Melalui unggahan di platform media sosial X, Elon Musk menjelaskan bahwa penyebab awal kemungkinan adalah kebocoran oksigen dan bahan bakar di dekat mesin. Meski begitu, Musk optimistis peluncuran berikutnya dapat dilakukan bulan depan.
Persaingan dengan Blue Origin
Insiden ini terjadi hanya beberapa jam setelah peluncuran perdana roket New Glenn milik Blue Origin, perusahaan antariksa milik Jeff Bezos. Roket ini berhasil mencapai orbit setelah bertahun-tahun persiapan, menunjukkan bahwa Bezos dan Musk terus bersaing ketat untuk menguasai pasar kendaraan antariksa.
Keduanya memang memiliki visi besar untuk masa depan eksplorasi luar angkasa. NASA bahkan berharap dapat menggunakan versi modifikasi Starship sebagai wahana pendaratan manusia dalam misi Artemis untuk kembali ke Bulan.
Sementara itu, Musk bercita-cita menjadikan Starship sebagai kendaraan antariksa jarak jauh untuk perjalanan ke Mars, yang diperkirakan memakan waktu sembilan bulan sekali jalan.
Tantangan dan Langkah Selanjutnya
Meski menghadapi tantangan besar, SpaceX tetap berkomitmen menyempurnakan teknologinya. Investigasi yang dilakukan FAA diharapkan memberikan jawaban atas penyebab insiden dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk memastikan keamanan di masa depan.
Di tengah persaingan dengan Blue Origin, SpaceX terus berusaha mewujudkan visinya yang ambisius. Jika berhasil, Starship bukan hanya menjadi roket raksasa, tetapi juga simbol langkah besar umat manusia menuju eksplorasi luar angkasa yang lebih luas.