SAYA HANYA INGIN ADZAN
PROLOG
Quote:
“Tahukah kenapa Ayah larang kamu mengumandangkan adzan di masjid sebelum usia 15 tahun?,” tanya Pak Rabbah kepada anaknya, Bilal.
Kepala Bilal menggeleng. “Kenapa Ayah?,” tanyanya.
Memasang wajah serius Pak Rabbah memberi penjelasan, “Ayah ingin kamu adzan di usia yang dianggap cukup untuk memikul tanggung jawab.”
“Baligh ya?,” ucap Bilal.
“Pintar anak Ayah!,” kata Pak Rabbah.
Bilal merupakan seorang anak muadzin yang cukup terkenal di desa. Mungkin karena bakat turunan Ayahnya, Bilal selalu menjadi juara saat lomba adzan hingga tingkat nasional.
Sayangnya, Bilal belum diperbolehkan untuk adzan di masjid sebelum berusia 15 tahun. Oleh karena itu, ada banyak sekali orang yang menantikan Bilal menggantikan Ayahnya untuk mengumandangkan adzan di masjid.
Tapi tentunya masalah akan terjadi saat Bilal mengumandangkan adzan di masjid untuk pertama kalinya. Kira-kira ada apa ya?
PART 1
Suatu pagi yang cerah di Kabupaten Demak. Terlihat sebuah rumah beton dengan atap kayu. Sinar matahari menyinari setengah dindingnya.
“Ayo Bilal, masuk mobil,” teriak Pak Rabbah.
“Gak ah Ayah, kalo naik mobil itu, Bilal bau ayam,” ucapnya.
Ternyata Pak Rabbah ingin mengantarkan Bilal ke sekolah pakai mobil pick up yang di belakangnya dipenuhi oleh ayam.
Di Demak, Pak Rabbah dikenal sebagai pemilik usaha peternakan ayam yang lumayan sukses. Sedangkan istrinya, Bu Aisyah merupakan ibu rumah tangga yang cukup aktif di kegiatan, seperti pengajian, arisan dan PKK.
“Bu, Bilal berangkat dulu,” kata Bilal sambil menyodorkan tangannya untuk berpamitan dengan ibunya.
“Beneran gak mau ikut ayahmu?,” tanya Bu Aisyah.
Bilal hanya menggeleng lalu melompat dari teras menuju halaman menghampiri ayahnya yang sedang mengikat terpal penutup mobil pick up.
“Ah Bilal gak salim ya, tangan ayah bau ayam,” kata Bilal.
Pak Rabbah yang tersinggung langsung mengejarnya dengan maksud ingin bercanda. Bilal pun reflek langsung lari dengan kencang menghindari kejaran Pak Rabbah.
“Jangan lari-lari! Nanti jatuh,” teriak Bu Aisyah.
“Ayah ini lho, suka sekali godain anaknya.”
Pak Rabbah hanya tersenyum lalu melanjutkan kegiatannya.
“Nanti ayah antar ayam jangan lama-lama ya, ibu mau ada arisan pagi, anterin,” kata Bu Aisyah.
“Siap nyonya!,” ucap Pak Rabbah singkat.
*
Oleh karena kemampuan kepemimpinannya yang luar biasa, Bu Aisyah selalu diangkat menjadi ketua organisasi/komunitas.
Sedangkan untuk Pak Rabbah, selain menjadi seorang peternak, dia juga seorang muadzin di masjid dekat rumahnya. Dia dikenal sebagai muadzin penggemar Sunan Kalijaga yang memiliki suara merdu dengan lantunan irama adzan yang khas.
Bilal yang juga memiliki bakat turunan dari ayahnya sering memenangkan lomba adzan di sekolah bahkan sampai tingkat nasional.
Tapi sayangnya Pak Rabbah masih belum mengizinkan Bilal mengumandangkan adzan di masjid. Jadi, walau Bilal sering menang lomba adzan, Bilal masih belum pernah adzan di masjid.
Pak Rabbah memperbolehkan Bilal adzan di masjid setelah berusia 15 tahun. Menurutnya, usia itu adalah yang dianggap cukup untuk memikul tanggungjawab sebagai pria dewasa (baligh).
Bilal bersekolah di sebuah Madrasah T’sanawiyah dan mempunyai beberapa sahabat dekat, yaitu Ahmed, Anas dan Rasyid. Mereka semua adalah seorang Habib (keturunan Rasulullah SAW).
Meski Bilal bukan Habib, tapi pengetahuannya tentang agama Islam tidak kalah dengan yang lain. Bilal mendapatkan banyak pelajaran tentang agama Islam dari sang Ayah.
“Assalamu’alaikum,” ucap Bilal.
“Wa’alaikumsalam warrahmatullahi wabarrakatuh,” jawab tiga sahabatnya yang sedang berada di kantin madrasah.
Setiap pagi, mereka selalu minum teh di sini. Hampir setiap kumpul bersama, Bilal selalu melantunkan lafadz adzan dengan nada dan irama yang berbeda.
Bilal kemudian bertanya kepada para sahabatnya jika menemukan nada yang dianggap bagus.
Sahabatnya pun lalu akan memberikan penilaian agar kemampuan Bilal dalam melantunkan adzan bisa terus meningkat dan variatif.
“Tadi di kelas ada siswi baru ya?,” tanya Bilal.
“Masa?,” tanya Ahmed.
“Siapa namanya?,” tanya Anas.
Sedangkan Rasyid hanya diam menyimbak.
“Ga tau namanya siapa,” jawab Bilal.
Ternyata itu adalah Maesaroh. Siswi cantik penyendiri yang baru pindah dari Jakarta.
Seiring berjalannya waktu, Maesaroh hanya dekat dengan Bilal.
Maesaroh menganggap hanya Bilal yang bisa ngobrol nyambung dengannya.
Maklum saja lantaran Maesaroh adalah pindahan dari Jakarta yang mengikuti ayahnya,Pak Abdul. Dia ingin membuka restoran di kampung halaman.
Maesaroh menuruti keinginan ayahnya karena semenjak ibunya meninggal, Pak Abdul selalu merasa sedih.
Dengan kembali ke kampung halaman, Pak Abdul bisa menutupi kesedihannya dengan kumpul bersama keluarga besar.
Maesaroh bisa satu frekuensi karena Bilal cukup aktif di sosial media.
Jadi dia banyak mengetahui tentang perkembangan di dunia luar. Sedangkan teman-temannya yang lain tidak terlalu update karena dilarang oleh orangtuanya.
PART 2
PART 3