Halo bray, ane mau bahas sesuatu yang lagi rame banget beberapa waktu terakhir. Ceritanya, ada program makan siang gratis buat siswa, yang niatnya sih keren banget. Pemerintah akhirnya bikin program untuk bantu anak-anak yang mungkin kesulitan ekonomi biar bisa tetap makan dengan gizi yang layak. Tapi, namanya hidup di Indonesia, selalu ada bumbu drama, ya kan?
Ceritanya, ada siswa yang bilang makanannya kurang enak. Kritik ini muncul karena, ya gimana, mungkin makanannya beneran nggak sesuai selera mereka. Tapi, bukannya diterima sebagai masukan, eh malah ada pihak yang sewot abis. Lha, ini kritik wajar kok malah dianggap kurang ajar?
Kritik Itu Hak Rakyat, Gan!
Gan, kita inget dulu nih. Program makan siang gratis ini kan dibiayai dari pajak rakyat, ya otomatis uang kita juga yang dipake. Jadi, kalau makanan yang dibagikan ternyata nggak enak atau nggak layak, wajar banget dong kalau ada yang protes? Kritik itu bagian dari hak rakyat, apalagi ini untuk perbaikan.
Masalahnya di sini, kadang kritik dianggap kayak pengkhianatan. Padahal, kritik itu bukan berarti nggak bersyukur, loh. Dua hal ini beda konteksnya. Kita bisa aja bersyukur udah dapet bantuan, tapi tetep ngasih masukan kalau ada yang kurang.
Kenapa Kritik Makanan Itu Normal?
Coba bayangin, gan. Kalau ente makan di warteg, terus rasa makanannya nggak enak, otomatis ente bilang, dong? Bukan berarti ente nggak sopan sama si penjual, tapi itu kan soal kualitas yang harusnya diperbaiki. Apalagi kalau makanannya didistribusikan massal. Kritik soal rasa dan kualitas itu wajar banget, justru demi memastikan bahwa standar yang dijanjikan terpenuhi.
Dari sisi psikologi, kritik itu juga bagian dari feedback loop. Artinya, rakyat ngomong biar pemerintah tahu apa yang perlu diperbaiki. Kalau kritik itu dimatikan, pemerintah nggak akan tau mana yang salah atau kurang pas. Ujung-ujungnya, yang dirugikan rakyat lagi, gan.
Kenapa Ada yang Sewot Sama Kritik?
Sewotnya orang-orang ini mungkin karena mereka salah paham sama arti kritik. Kritik sering dilihat sebagai hal negatif atau bentuk “kurang bersyukur,” padahal nggak gitu. Kritik justru muncul karena ada kepedulian. Kalau rakyat udah nggak peduli, mereka bakal diem-diem aja meskipun makanannya nggak enak atau bahkan nggak layak.
Di sisi lain, ada juga mentalitas “asal udah ngasih, ya nerima aja.” Ini namanya toxic gratitude, gan. Bersyukur itu harus, tapi nggak boleh sampai bikin kita takut ngasih masukan.
Apa yang Harus Dilakukan?
1. Terima Kritik dengan Bijak:Kritik soal makanan itu sah-sah aja, gan. Kalau ada siswa yang ngomong makanannya nggak enak, pemerintah dan penyedia catering harusnya dengerin, bukan malah ngegas.
2. Evaluasi dan Tingkatkan Kualitas: Program kayak gini bagus banget, tapi tanpa evaluasi, kualitasnya bakal jalan di tempat. Penerima bantuan harus dilibatkan untuk ngasih masukan.
3. Hilangkan Stigma “Kurang Bersyukur”: Kritik itu nggak selalu berarti negatif, kok. Justru itu tanda kalau program ini masih perlu perbaikan.
Program makan siang gratis ini sebenernya niatnya udah keren banget, tapi ya gan, kritik dari rakyat itu nggak boleh dianggap remeh. Kalau ada yang bilang makanannya nggak enak, itu bukan berarti mereka nggak bersyukur, tapi lebih ke masukan biar ke depannya jadi lebih baik.
Jadi, gimana menurut ente bray? Setuju nggak kalau kritik itu bagian dari hak rakyat?
Komen ya di bawah bray. Kalo kagak komen gua tabok ente!
Quote:
Sumur :
Tulisan : Opini Pribadi
Gambar : Dari Twitter Bray