

Dalam perkembangan geopolitik yang mengejutkan, citra satelit terbaru mengungkap bahwa Federasi Rusia telah memulai pengiriman jet tempur canggih SU-35 ke Aljazair. Langkah ini menjadi sorotan tajam mengingat Iran sebelumnya disebut sebagai negara yang paling berpotensi menerima pesawat siluman tersebut. Namun kenyataannya, Moskow tampaknya memilih mendahulukan Aljazair dalam rantai pasokan senjata canggihnya, mengirim sinyal yang kuat kepada Teheran mengenai arah prioritas strategis Kremlin.
Selama dua tahun terakhir, berbagai laporan menyebutkan bahwa Rusia telah menjalin kesepakatan penting dengan Iran untuk memasok jet tempur SU-35, sebagai bagian dari penguatan aliansi strategis antara kedua negara dalam menghadapi tekanan blok Barat. Pesawat-pesawat tersebut diyakini merupakan unit yang awalnya dialokasikan untuk Mesir, namun batal dikirim menyusul keputusan Kairo untuk membatalkan pembelian akibat tekanan sanksi dari Amerika Serikat berdasarkan Undang-Undang CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act).
Kini, berdasarkan analisis terhadap citra satelit oleh para peneliti dari International Institute for Strategic Studies (IISS), ditemukan bahwa pesawat-pesawat SU-35 tambahan yang saat ini berada di fasilitas produksi Rusia Timur Jauh telah diberi tanda Angkatan Udara Aljazair. Penandaan ini memperkuat indikasi bahwa unit-unit tersebut juga akan segera dikirim ke Aljazair, sekaligus menegaskan bahwa pengalihan prioritas dalam distribusi pesawat tempur Rusia memang sedang terjadi secara aktif.
Langkah ini mencerminkan dinamika baru dalam hubungan militer dan politik antara Rusia dengan negara-negara sekutunya. Bagi Iran, yang saat ini berada di tengah ketegangan keamanan regional — termasuk konflik yang melibatkan milisi dukungannya di Suriah, Lebanon, dan Yaman, serta konfrontasi terbuka dengan Israel — keterlambatan dalam menerima jet tempur SU-35 bisa dianggap sebagai pukulan strategis.
Beberapa pengamat menilai bahwa penundaan ini bukan hanya karena faktor logistik atau teknis, melainkan juga terkait dengan pertimbangan politik Rusia terhadap aliansi dan stabilitas jangka panjang di Afrika Utara. Aljazair, sebagai mitra pertahanan utama Rusia di kawasan tersebut, memiliki sejarah panjang pembelian senjata dari Moskow dan dianggap sebagai negara yang lebih “stabil” dalam konteks pengaruh internasional, dibandingkan Iran yang berada dalam tekanan geopolitik intensif.
Namun demikian, keputusan Rusia ini dapat membawa dampak besar terhadap kalkulasi pertahanan Iran. Keterlambatan pengiriman jet tempur generasi 4++ seperti SU-35 bisa memperlambat modernisasi kekuatan udara Iran yang saat ini masih sangat bergantung pada armada lama era Shah dan beberapa pesawat buatan Rusia dan China yang telah usang. Ketidakseimbangan ini menjadi semakin krusial di tengah ancaman serangan udara Israel dan ketegangan dengan Amerika Serikat di kawasan Teluk.
Sementara itu, dari perspektif Aljazair, akuisisi SU-35 memperkuat posisi militer negara tersebut sebagai salah satu kekuatan udara paling dominan di benua Afrika. Jet tempur SU-35 dikenal memiliki keunggulan dalam manuver, daya jangkau, serta kemampuan serangan udara-ke-udara dan udara-ke-darat yang mumpuni. Keberadaan pesawat ini di armada Angkatan Udara Aljazair diharapkan akan memberikan deterrence tambahan terhadap potensi ketegangan regional, terutama dengan Maroko dan negara-negara Afrika Barat yang bersinggungan dengan kepentingan Aljazair.
Rusia, dengan mengalihkan pesawat-pesawat ini ke Aljazair terlebih dahulu, mungkin sedang memainkan strategi jangka panjang dalam mempertahankan dominasi ekspor senjata dan pengaruh globalnya, terutama saat berada di bawah tekanan internasional akibat konflik di Ukraina.
Bagi Iran, pesan yang disampaikan tampak jelas: Rusia tetap menjadi mitra strategis, tetapi bukan tanpa kalkulasi. Di tengah dinamika Timur Tengah yang terus membara, ketergantungan Iran pada Rusia untuk modernisasi militer kini semakin diuji.
Referensi: Citra Satelit & Laporan IISS (International Institute for Strategic Studies)