Elit Iran Dorong Perundingan dengan AS di Tengah Ancaman Serangan Nuklir

Teheran – Tekanan dari dalam lingkaran kekuasaan Iran dilaporkan kian meningkat di tengah memuncaknya ancaman serangan militer dari Amerika Serikat dan Israel. Ketegangan yang tak hanya datang dari luar negeri, tetapi juga dari dalam negeri sendiri, telah memaksa sejumlah elit politik dan institusi utama Iran untuk mulai mempertimbangkan jalur diplomatik sebagai alternatif strategis.

Mengutip laporan The New York Times, dua pejabat senior Iran menyampaikan bahwa Presiden Masoud Pezeshkian, Ketua Parlemen Mohammad Bagher Qalibaf, serta Kepala Kehakiman Gholamhossein Mohseni Ejei, telah mengadakan pertemuan tertutup guna membahas kemungkinan membuka kembali komunikasi dengan Amerika Serikat. Dalam pertemuan tersebut, mereka disebutkan merekomendasikan kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, agar menimbang opsi negosiasi dengan merujuk pada surat lama dari mantan Presiden AS, Donald Trump, yang isinya belum pernah dipublikasikan secara luas.

Rekomendasi ini muncul bukan tanpa alasan. Para elit pemerintahan menyampaikan kekhawatiran mendalam bahwa jika Iran terus menolak diplomasi, maka kemungkinan serangan militer terhadap fasilitas nuklir strategis seperti Natanz dan Fordow akan meningkat secara signifikan. Jika serangan tersebut benar-benar terjadi, maka Iran hampir pasti akan merespons dengan kekuatan militer—sebuah skenario yang bisa memicu konflik terbuka di kawasan yang sudah sangat rentan.

Lebih jauh, para pejabat juga menggarisbawahi risiko internal yang sedang berkembang. Ketidakpuasan publik yang meluas akibat kondisi ekonomi yang memburuk, pembatasan kebebasan sipil, serta tekanan sosial-politik disebut dapat dengan cepat berubah menjadi gelombang protes besar. Bila krisis eksternal dan instabilitas internal terjadi bersamaan, hal itu bisa menjadi ancaman eksistensial terhadap stabilitas dan kelangsungan pemerintahan Iran saat ini.

Situasi ini mencerminkan dilema besar yang dihadapi oleh elite kekuasaan Iran. Di satu sisi, mempertahankan sikap garis keras terhadap Barat telah menjadi identitas ideologis yang dijaga selama puluhan tahun. Namun di sisi lain, dinamika geopolitik dan tekanan domestik kini mendorong sejumlah tokoh untuk mulai berbicara lebih terbuka mengenai pentingnya pendekatan pragmatis.

Opini publik dalam tubuh pemerintahan yang sebelumnya monolitik kini tampaknya mulai mengalami pergeseran. Jika laporan ini akurat, maka ini adalah salah satu indikasi paling nyata bahwa pertimbangan rasional dan kalkulasi strategis mulai mengambil ruang dalam pengambilan keputusan tinggi di Iran. Meskipun begitu, penting dicatat bahwa belum ada konfirmasi resmi dari otoritas Iran mengenai pertemuan tersebut ataupun tentang rencana membuka jalur diplomasi dengan AS.

Perlu juga diingat bahwa laporan ini bersumber dari media Barat, dalam hal ini The New York Times, yang kerap dipandang dengan skeptisisme oleh kalangan penguasa Iran. Oleh karena itu, validitas informasi ini masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut dan tetap harus ditafsirkan dengan kehati-hatian.

Namun demikian, potensi pergeseran kebijakan ini tetap menjadi perkembangan penting dalam dinamika hubungan Iran-AS dan stabilitas kawasan Timur Tengah. Apakah Iran akan memilih jalan dialog atau tetap bersikukuh pada pendekatan konfrontatif, waktu yang akan menentukan arah sejarah selanjutnya.

Sumber: The New York Times

Elit Iran Dorong Perundingan dengan AS di Tengah Ancaman Serangan Nuklir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *