
INSIBERNEWSÂ – Sebuah laporan terbaru dari Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Korea Selatan mengungkap pelanggaran hak asasi manusia dalam program adopsi internasional yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Laporan ini menyatakan bahwa sejak tahun 1950-an, setidaknya 170.000 bayi dan anak-anak dikirim ke luar negeri untuk diadopsi, terutama ke negara- negara Barat.
Kurangnya pengawasan pemerintah membuka celah bagi lembaga-lembaga swasta untuk melakukan praktik curang, termasuk pemalsuan dokumen, manipulasi data, hingga paksaan terhadap ibu kandung.
Dalam laporan yang dirilis pada Rabu lalu, disebutkan bahwa banyak anak yang diadopsi mengalami trauma akibat sistem yang cacat. Meski beberapa di antaranya tumbuh dalam keluarga penuh kasih, tak sedikit yang mengalami perlakuan buruk di negara tujuan mereka.
Salah satu anak angkat yang diwawancarai mengaku bahwa orang tua angkatnya bahkan memperlakukan anjing peliharaan lebih baik daripada dirinya.
Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Park Sun-young, menilai bahwa praktik ini merupakan bagian dari sejarah kelam Korea Selatan yang harus segera diperbaiki.
Dari 367 petisi yang diajukan oleh anak-anak angkat terkait dugaan penipuan dalam proses adopsi mereka, 56 kasus telah diakui sebagai korban pelanggaran hak asasi manusia.
Komisi masih menyelidiki kasus lainnya dan menargetkan penyelidikan akan rampung pada Mei mendatang. Temuan mengungkap bahwa beberapa lembaga swasta bahkan mematuhi permintaan kuota adopsi dari lembaga asing setiap bulan, tanpa mempertimbangkan kesejahteraan anak-anak.
Bahkan, praktik ini berubah menjadi bisnis yang mengutamakan keuntungan dengan mengenakan biaya besar dan permintaan “sumbangan” dari orang tua angkat.
Salah satu temuan paling mengejutkan adalah pemalsuan identitas anak-anak agar mereka tampak seolah-olah ditelantarkan dan siap untuk diadopsi.
Akibatnya, banyak anak angkat yang kini kesulitan melacak keluarga kandung mereka. Selain itu, pengawasan terhadap orang tua angkat juga dinilai lemah, menyebabkan beberapa anak ditempatkan dalam lingkungan yang tidak aman.
Komisi pun merekomendasikan agar pemerintah Korea Selatan menyampaikan permintaan maaf resmi dan menerapkan standar internasional dalam adopsi transnasional.
Sebagai respons terhadap skandal ini, Korea Selatan telah memperketat proses adopsi dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2023, pemerintah mengesahkan undang-undang baru yang menetapkan bahwa semua adopsi internasional harus dikelola langsung oleh kementerian pemerintah, bukan lembaga swasta.
Aturan ini dijadwalkan mulai berlaku pada Juli tahun ini. Hingga saat ini, pemerintah Korea Selatan belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan tersebut, tetapi tekanan dari publik dan komunitas anak angkat semakin besar untuk menuntut keadilan.