Delapan pria telah divonis dan dijatuhi hukuman hampir 58 tahun penjara karena mengeksploitasi secara seksual dua gadis remaja di Keighley, West Yorkshire, Inggris, pada akhir 1990-an. Korban, yang berusia 13 dan 16 tahun saat itu, mengalami pelecehan bertahun-tahun yang terungkap setelah salah satu dari mereka melapor saat sudah dewasa. Vonis ini dihasilkan dari dua persidangan di
Pengadilan Mahkota Bradford, yang mengungkap eksploitasi sistematis terhadap gadis-gadis muda rentan oleh para pelaku. Masalah geng pelecehan seksual di Inggris telah menjadi topik yang terus diperdebatkan. Sebagian besar pelaku dalam kasus ini adalah pria asal Pakistan, yang memicu pengawasan ketat dari publik dan politisi.
Siapa Para Pelaku?
Lima pria dijatuhi hukuman setelah persidangan pertama selesai pada Oktober 2023:
– Amreaz Asghar (47): 4,5 tahun penjara untuk pemerkosaan.
– Perwaz Asghar (50): 6,5 tahun untuk dua penyerangan tidak senonoh.
– Mohammed Din (47): 14 tahun untuk 11 tuduhan pemerkosaan.
– Sajid Mahmood Khan (45): 3 tahun untuk pemerkosaan.
– Zehroon Razak (47): 6,5 tahun untuk pemerkosaan.
Tiga pria lainnya divonis dalam persidangan kedua yang berakhir pada Desember 2024:
– Fayaz Ahmed (45): 7,5 tahun untuk dua tuduhan pemerkosaan (dihukum secara in absentia).
– Imtiaz Ahmed (62): 9 tahun untuk pemerkosaan (dihukum secara in absentia).
– Ibrar Hussain (47): 6,5 tahun untuk dua tuduhan pemerkosaan.
Polisi telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Fayaz Ahmed dan Imtiaz Ahmed, yang hingga kini masih buron.
Kesaksian yang Mengguncang
Para korban menggambarkan penderitaan bertahun-tahun, dengan salah satu dari mereka mengenang bagaimana dirinya “diberi narkoba dan alkohol” untuk menumpulkan trauma. Ia menceritakan bahwa para pria berbaris untuk menyerangnya di sebuah apartemen, meninggalkan luka psikologis seumur hidup.
“Tak ada yang bisa memperbaiki kerusakan yang telah saya alami. Saya kehilangan jati diri karena mereka,” ungkap salah satu korban kepada BBC News.
Kegagalan Institusi
Hakim Ahmed Nadim mengkritik polisi dan layanan sosial karena gagal melindungi para korban, menyebut respons mereka “tidak siap” atau “tidak peduli.” Kepala Inspektur Detektif Vicky Greenbank memuji keberanian para korban: “Perlakuan ini telah merampas masa kecil mereka.
Saya berharap hukuman ini memberikan keadilan bagi mereka.” Michael Quinn dari Crown Prosecution Service menyebut tindakan para pelaku sebagai “keji, menjijikkan, dan bejat.”
Ia mendorong korban eksploitasi seksual lainnya untuk melapor, menekankan bahwa tidak ada kata terlambat untuk mencari keadilan.
Kontroversi Geng Pelecehan
Inggris telah lama menghadapi masalah grooming gang, yang melibatkan kelompok pria yang mengeksploitasi gadis-gadis muda rentan melalui manipulasi, pemaksaan, dan kekerasan. Kasus terkenal di kota-kota seperti Rotherham, Rochdale, dan Keighley mengungkap jaringan pelaku yang terorganisir, menargetkan gadis-gadis Inggris kulit putih, dengan korban sering mengalami pelecehan berkepanjangan dan sistematis.
Para korban sering melaporkan diabaikan atau tidak dipercaya oleh polisi dan layanan sosial, dengan alasan tidak ada bukti atau enggan bertindak. Lebih dari 1.400 korban diidentifikasi dalam kasus Rotherham, dengan pola serupa terlihat di tempat lain. Sebagian besar pelaku dalam kasus ini adalah pria asal Pakistan, meskipun pemerintah Inggris menyebut mereka sebagai orang Asia Selatan.
Fokus pada etnis pelaku memicu perdebatan tentang political correctness dan ketakutan dilabeli rasis, yang menurut beberapa pihak menghalangi tindakan pencegahan sejak dini. Baru-baru ini, kontroversi mencuat setelah Elon Musk, pendiri Tesla, menggunakan platform media sosialnya, X, untuk menyoroti masalah grooming gang di Inggris.